Aku Penakut Tapi Pemberani
Hai
Aku tidak menyadari bahwa aku adalah seorang introvert. Aku mendapati pernyataan itu dari temanku. Awalnya kuacuhkan, lama-lama kepikiran. Menurutku selama berada di Asrama, aku merasa menjadi orang yang ramah. Meski memang aku lebih suka sesuatu sendiri. Hingga aku menyadari, introvert itu bukan sesuatu yang kita bentuk. Tapi bisa juga kegiatan kita sehari-hari. Mungkin selama ini asrama adalah zona nyaman bagiku. Itu sebabnya aku bisa menjadi diriku sendiri ketika berada di dalamnya. Aku tidak menyadari bahwa aku sebenarnya tidak suka menerima tamu, tidak suka berbicara dengan orang asing, tidak suka ikut kumpul dasawisma, tidak suka berkegiatan di luar asrama yang itu sendirian. Aku tidak menyadari itu bagian dari introvert. Yang kutau itu adalah perasaan malas saja. Itu terjadi beberapa tahun sejak pandemi, selain kita tidak bisa keluar.
Saat aku awal masuk kerja di kampus, aku merasa sangat takut. Iya perasaan takut yang belum pernah kurasakan. Aku merasa takut, bertemu orang baru, berbicara dengan orang baru, berkenalan, aku menyesal kenapa aku melamar kerja di kampus dan aku keluar dari zona nyamanku. Tapi sebenarnya di saat itulah aku menyadari asrama adalah zona nyaman bagiku. Kampus adalah lingkungan yang baru meski aku sudah 2 tahun sejak lulus tidak pernah kembali ke kampus. Aku merasa asing. Aneh tapi memang begitu adanya. Alih-alih aku suka disapa oleh orang yang mengenalku, aku lebih sering menghindar. Meski aku tau kita saling mengenal, rasanya takut saja. Iya hanya takut. Takut di sapa, takut diajak berbicara, takut ditanya hal-hal yang bahkan aku sendiri tidak tau tentang apa. Overthinking, takut beban kerja yang akan aku terima. Bekerja dalam bidang IT adalah impianku dan ya, demi mewujudkan itu aku harus keluar dari zona nyaman. Akan ada tantangan baru, pembelajaran baru, hikmah baru dan hal baru lainnya yang aku juga belum tau aku bisa melaluinya atau tidak. Yang kurasakan hanya takut. Melalui tes tulis, wawancara, hingga akhirya diumumkan bahwa aku diterima. Aku takut tapi mau. Meski aku mengenal orang-orang yang berkaitan dengan pekerjaan ini, tetap saja aku overthinking, cemas, panik dan takut. Intinya aku takut.
Meski begitu, aku melaluinya dengan pelan-pelan. Bernafas dan melangkah. Pelan tapi pasti. Meski banyak hal yang tidak sama dengan di ekspektasikan tapi tak apa. Aku merasa bahwa kekurangan adalah hal yang wajar untuk orang lain. Tapi untuk aku, itu menakutkan. Aku rasa kadang memang terlalu keras dengan diri sendiri. Memaklumi orang lain dengan wajar, tapi menyalahkan diri sendiri habis-habisan. Padahal kekurangan adalah hal yang merekat dalam setiap elemen kehidupan, dari diri sendiri, lingkungan, keluarga semua memiliki kelebihan dan kekurangan sudah sepaket. Tapi aku terlalu menuntut diriku untuk jadi baik. Mungkin itu yang menyebabkan aku takut berlebihan.
Tapi ya, begitulah. Aku merubah pola pikir takut menjadi berani. Aku melupakan momen-momen keberanianku. Sesuatu yang harusnya aku tunjukkan, tetapi kalah dengan ketakutanku haha. Aku berani pada hal-hal sederhana yang membawa dampak besar dalam hidupku. Aku berani mengambil keputusan untuk melamar di kampus padahal aku belum ijin kepada Umi. Aku berani memulai untuk keluar dari zona nyaman. Aku berani untuk mengungkapkan keinginanku kepada Umi. Aku berani meminta restu ibuku, agar dimudahkan dalam urusan ini. Ya, aku lupa bahwa sedari awal aku telah menyiapkan hal-hal sederhana terkait ini. Lantas ketika orang tuaku merestui dan mendukung, kenapa aku takut ? kenapa aku fokus terhadap rasa takut ? kenapa aku takut akan hal-hal yang bahkan belum tentu terjadi ?
Tapi apapun yang kurasakan memang begitu adanya. Pada akhirnya, aku telah melaluinya sejauh ini. Iya bahkan hampir setahun dengan drama-drama tiap bulannya. Aku berhasil melaluinya. Tapi memang begitu proses dalam menjalani sesuatu. Aku takut tapi tetap melangkah meski sempat hilang arah. Aku kembali dan bangkit lebih kuat. Ini bagian dari awal aku melalui masa sulit keluar dari zona nyaman. Aku akan mengingatnya bahwa aku sudah sejauh ini. Terimakasih diri!
Sekian, nanti kita sambung lagi! See you!
Aku tidak menyadari bahwa aku adalah seorang introvert. Aku mendapati pernyataan itu dari temanku. Awalnya kuacuhkan, lama-lama kepikiran. Menurutku selama berada di Asrama, aku merasa menjadi orang yang ramah. Meski memang aku lebih suka sesuatu sendiri. Hingga aku menyadari, introvert itu bukan sesuatu yang kita bentuk. Tapi bisa juga kegiatan kita sehari-hari. Mungkin selama ini asrama adalah zona nyaman bagiku. Itu sebabnya aku bisa menjadi diriku sendiri ketika berada di dalamnya. Aku tidak menyadari bahwa aku sebenarnya tidak suka menerima tamu, tidak suka berbicara dengan orang asing, tidak suka ikut kumpul dasawisma, tidak suka berkegiatan di luar asrama yang itu sendirian. Aku tidak menyadari itu bagian dari introvert. Yang kutau itu adalah perasaan malas saja. Itu terjadi beberapa tahun sejak pandemi, selain kita tidak bisa keluar.
Saat aku awal masuk kerja di kampus, aku merasa sangat takut. Iya perasaan takut yang belum pernah kurasakan. Aku merasa takut, bertemu orang baru, berbicara dengan orang baru, berkenalan, aku menyesal kenapa aku melamar kerja di kampus dan aku keluar dari zona nyamanku. Tapi sebenarnya di saat itulah aku menyadari asrama adalah zona nyaman bagiku. Kampus adalah lingkungan yang baru meski aku sudah 2 tahun sejak lulus tidak pernah kembali ke kampus. Aku merasa asing. Aneh tapi memang begitu adanya. Alih-alih aku suka disapa oleh orang yang mengenalku, aku lebih sering menghindar. Meski aku tau kita saling mengenal, rasanya takut saja. Iya hanya takut. Takut di sapa, takut diajak berbicara, takut ditanya hal-hal yang bahkan aku sendiri tidak tau tentang apa. Overthinking, takut beban kerja yang akan aku terima. Bekerja dalam bidang IT adalah impianku dan ya, demi mewujudkan itu aku harus keluar dari zona nyaman. Akan ada tantangan baru, pembelajaran baru, hikmah baru dan hal baru lainnya yang aku juga belum tau aku bisa melaluinya atau tidak. Yang kurasakan hanya takut. Melalui tes tulis, wawancara, hingga akhirya diumumkan bahwa aku diterima. Aku takut tapi mau. Meski aku mengenal orang-orang yang berkaitan dengan pekerjaan ini, tetap saja aku overthinking, cemas, panik dan takut. Intinya aku takut.
Meski begitu, aku melaluinya dengan pelan-pelan. Bernafas dan melangkah. Pelan tapi pasti. Meski banyak hal yang tidak sama dengan di ekspektasikan tapi tak apa. Aku merasa bahwa kekurangan adalah hal yang wajar untuk orang lain. Tapi untuk aku, itu menakutkan. Aku rasa kadang memang terlalu keras dengan diri sendiri. Memaklumi orang lain dengan wajar, tapi menyalahkan diri sendiri habis-habisan. Padahal kekurangan adalah hal yang merekat dalam setiap elemen kehidupan, dari diri sendiri, lingkungan, keluarga semua memiliki kelebihan dan kekurangan sudah sepaket. Tapi aku terlalu menuntut diriku untuk jadi baik. Mungkin itu yang menyebabkan aku takut berlebihan.
Tapi ya, begitulah. Aku merubah pola pikir takut menjadi berani. Aku melupakan momen-momen keberanianku. Sesuatu yang harusnya aku tunjukkan, tetapi kalah dengan ketakutanku haha. Aku berani pada hal-hal sederhana yang membawa dampak besar dalam hidupku. Aku berani mengambil keputusan untuk melamar di kampus padahal aku belum ijin kepada Umi. Aku berani memulai untuk keluar dari zona nyaman. Aku berani untuk mengungkapkan keinginanku kepada Umi. Aku berani meminta restu ibuku, agar dimudahkan dalam urusan ini. Ya, aku lupa bahwa sedari awal aku telah menyiapkan hal-hal sederhana terkait ini. Lantas ketika orang tuaku merestui dan mendukung, kenapa aku takut ? kenapa aku fokus terhadap rasa takut ? kenapa aku takut akan hal-hal yang bahkan belum tentu terjadi ?
Tapi apapun yang kurasakan memang begitu adanya. Pada akhirnya, aku telah melaluinya sejauh ini. Iya bahkan hampir setahun dengan drama-drama tiap bulannya. Aku berhasil melaluinya. Tapi memang begitu proses dalam menjalani sesuatu. Aku takut tapi tetap melangkah meski sempat hilang arah. Aku kembali dan bangkit lebih kuat. Ini bagian dari awal aku melalui masa sulit keluar dari zona nyaman. Aku akan mengingatnya bahwa aku sudah sejauh ini. Terimakasih diri!
Sekian, nanti kita sambung lagi! See you!