Jangan Bersedih
Hai..
Aku selalu yakin bahwa Allah selalu memiliki cara dalam menunjukkan kasih sayang pada hamba-Nya. Tak terkecuali aku. Sore ini misal, aku merasa sangat sedih. Aku menuangkannya dalam sebuah tulisan dan aku letakkan dalam draft. Aku menulisnya agar sedikit merasa lega. Berharap dengan lega itu aku merasa lebih cepat untuk memperbaiki diri dan membuang energi negatif dalam diriku.
Aku tidak tau akan mempostingnya atau tidak. Yang jelas, setelah sore tadi aku menangis. Malam aku seakan mendapat jawaban dan penceraahan dari apa yang aku rasakan. Iya. Dan itu melalui Umi. Begini ceritanya..
Sore ketika aku merasa sedih dan menulisnya. Entah apa, aku merasa sesak dalam dadaku. Aku benci pada diriku sendiri dan merasa sedih karena telah membenci diri sendiri. Aku mencoba menahannya agar tidak menangis, tetapi sesak yang kurasa semakin tak tertahankan. Aku memutuskan untuk pulang. Sejenak menenangkan diri dalam perjalanan. Sepanjang perjalanan aku terus merenung dan termenung. Tak tahu harus berfikir apa dan mendahhulukan yang mana. Ditemani hujan sore hari yang dingin, Aku pulang dengan gamang. Bagaimana ini ? apa aku pulang dengan keadaan linglung begini ?
Sesampainya di asrama, aku melepas jas hujan yang basah, sama dengan aku mengusap air mataku. Tidak boleh ada tangisan dan kesedihan ketika di asrama. Ini akan mempengaruhi aku ketika adik-adik berbicara denganku. Beruntung tidak ada yang menyapaku. Aku meletakkan tas di lantai 1 dan bergegas mengambil makan sore. Bahkan untuk bersedih aku membutuhkan tenaga. Aku makan dengan banyak pikiran, melamun memikirkan apa yang ada di otakku. Sangat ramai, dan aku benci keramaian di otak kecilku ini. Bisakah diam ? Bisakah tidak berisik ?
Aku tetap merasa sedih, hingga sesi Open Mic selesai, aku tetap merasa sedih. Pikiranku kemelut dan hatiku sesak. Aku lelah. Tepat selesai Open Mic, Umi menelpon dan mengajakku untuk ikut beliau menemui tamu di hotel katanya. Aku mengiyakan tanpa penawaran. Aku segera bersiap, berdasar pengalaman outfitku harus aman (re-rapi). Karena tamu Umi selalu orang-orang hebat. Suatu saat ingin sekali aku menjadi orang yang seperti itu. Banyak kenalan dan relasi. Lalu, berangkatlah aku dengan Umi, beliau menjemputku di asrama.
Saat dalam perjalanan, ternyata Umi sedang menjadi narasumber dan sedang memberikan materi dalam keadaan menyetir mobil. Beliau sangat gigih sekali, aku kagum. Beliau menyetir mobil tapi masih bisa fokus dan menyampaikan materi dengan bagus. Faham gak ? kayak profesional sekali. Saat beliau menyampaikan materi, aku merasa tersindir. Seakan menjawab atas kesedihanku. Bahwa "La Tahzan" beliau mungkin tidak menyadari bahwa apa yang disampaikan sangat mengena di hatiku. Tapi itu adanya. Aku merasa sedih dan mendapatkan materi tentang bagaimana mulianya Allah menjaga seorang wanita. Aku mau menangis ketika Umi menyebutkan "La Tahzan" hatiku menyaut "Innallaha ma ana". Seakan menyadarkan bahwa kesedihan yang kurasakan adalah cara Allah membantuku. Bahwa kesedihan itu menyadarkanku aku memiliki Allah yang senantiasa ada bersamaku.
Melihat Umi dengan gigih melakukan apa yang sudah menjadi tanggungjawabnya membuat aku malu. Apa aku pantas mengeluh ? ketika melihat Umi begitu semangat bahkan tidak terlihat lelahnya padahal aku begini saja. Tapi melihat semangat beliau aku jadi malu. Bahkan aku tidak ada apa-apanya dibanding beliau. Meski begitu, aku bersyukur bahwa hari ini aku merasa sedih dan mendapatkan semangat lagi. Meski di malam saat aku menulis ini, aku masih sedih tapi tidak parah dan sesak seperti tadi. Ini jauh lebih lega. Apalagi setelah menulisnya. aku merasa lebih baik. Semoga besok pagi, hatiku bahagia kembali.
Terimakasih cit..
Hal-hal baik akan datang di saat yang tepat, di saat kamu siap menerima jawaban atas apa yang kamu rasakan. Hari ini kamu boleh bersedih, tapi esok kamu harus bahagia. Karena kamu layak untuk itu. Besok perbaiki diri lebih baik lagi. Selama kamu masih mau belajar, duniamu tidak akan berhenti. Semangat citraa. Kamu hebat hari ini..
Ps: Bonus foto-foto perjalananku malam ini