Untuk Siapa?
Hai..
Sekarang momen mendekati Qurban. Aku selalu menemukan quote yang menarik. Isinya seperti ini
Aku selalu menemui tulisan ini ketika menjelang Hari Raya Idul Adha. Baru kali ini aku memahami dan merasakan bagaimana menjadi Ibrahim yang memiliki Ismail dan begitu besar kecintaannya pada sesuatu yang dipikir itu miliknya. Dalam cerita ini, aku mengalaminya secara langsung. Iya, Ibrahim adalah aku dan Ismail adalah hartaku. Kok bisa? Iya bisa.
Bukan hal baru bahwa aku selalu memimpikan untuk S2 dan aku menyiapkan berbagai cara untuk mencapai itu. Salah satunya adalah Ielts prep. Iya, aku menabung untuk mengikuti ujian ielts yang harganya mahal bagiku. Aku menabung, menyisihkannya dalam bentuk emas karena aku tau ini tidak akan cepat. Sudah kuikuti les yang berbayar, aplikasi berbayar dan segala bentuknya. Iya, aku menyiapkannya meski aku tidak tau kapan Allah mewujudkannya. Ikhtiar yang terbaik adalah salah satu hal yang bisa kulakukan untuk saat ini.
Dan, sampailah aku di waktu aku harus berkorban terhadap apa yang kumiliki. Adikku yang ketiga bilang bahwa bulan Juni ini dia wisuda tahfidz. Yang artinya masa pengabdian dan pondoknya telah usai. Aku senang, dan bangga padanya. Dia bisa selesai menghafal 30 juz. Sebelumnya dia memang hafal quran 15 juz. Saat lulus sekolah aku ia beberapa kali mondok untuk fokus pada hafalannya. Hingga sampailah ia di Jakarta di Pondok Quranuna untuk menyelesaikan hafalannya. Aku bangga dan ingin menunjukkan bangga-nya aku padanya. Aku bertekad untuk membawa bapak dan ibuk datang ke acara wisudanya. Setelah difikir, ini memang momen yang pas untuk merubah tradisi di keluarga yang ketika ada acara di sekolah hanya ibu yang datang. Jadi ini menjadi momen pertama bagi bapak untuk datang di wisuda anaknya. Aku dan Dita paham dan memaklumi yang lalu-lalu. Bagi kami, sekarang adalah hal yang terbaik.
Aku pun sadar tekad seperti itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan ya begitulah akhirnya tabungan ujian Ieltsku menjadi satu-satunya cara mewujudkan impian itu. Biaya transportasi, makan dan akomodasi semua bisa tercover oleh tabunganku itu. Meski sangat nge-pres hahaha. Dalam persiapannya aku berfikir, apa aku terlalu memaksakan yaa ? Apa aku terlalu mengada-adakan ya ? Apa aku terlalu foya-foya ? Tapi segera aku menepis itu, aku mengingat kembali niatku dan yaa keputusanku sudah bulat. Akan aku gunakan uang tabunganku untuk berangkat ke Jakarta.
Aku pun faham juga, jika uang itu sangat nge-pres lalu aku mencari tambahan dari jualan jelly di Kantin Robbani, meski tidak rutin itu cukup membantu. Tidak banyak, hanya cukup untuk tambahan saja. Karena di sisa waktu yang ada, aku fokus beberes pekerjaanku mengingat aku cuti untuk waktu yang lama dan bebarengan dengan momen Idul Adha. Jadi ya begitulah.
Aku tidak akan menceritakan detail perjalanan kami, aku bahas pada tulisan berikutnya saja.
Iya, aku merelakan apa yang telah aku kumpulkan selama setahun kemarin, mengubur harap tentang impian itu bisa menjadi selangkah lebih dekat yaitu aku memiliki sertifikat ielts di tangan. Awalnya berat! tetapi setelah menelisik lebih dalam lagi alasan kenapa harus berangkat ke Jakarta dengan Bapak Ibu, aku rasa itu lebih berarti. Menghargai perjuangan adikku dalam menghafal quran yang berat, menciptakan momen bepergian bersama, aku rasa kenangan seperti itu jauh lebih berkesan. Maka iya, di momen ber-qurban ini aku memang tidak berqurban kambing/sapi. tetapi aku mengorbankan semua yang aku miliki untuk keluargaku. Aku menelisik semakin dalam dan menemukan bahwa aku bekerja dengan sangat keras untuk membahagiakan kedua orang tuaku. Aku memang tidak kaya, hanya selalu merasa cukup dengan apa yang aku punya. Bapak Ibu sehat, adik-adik yang rukun serta berjuang dengan cita-citanya masing-masing. Iya, aku memiliki mereka. Dan itu cukup. Uang bisa dicari, tetapi momen yang baik belum tentu bisa terulang kembali.