Diagnosa : Kami tidak baik-baik saja
Aku terkejut ketika salah satu saudaraku mengirim foto ibu di grup keluarga, yang di foto itu terlihat jelas ibuku sedang terbaring lemah di dalam IGD. Rupaya kondisinya memburuk dan makin menguning badannya. Aku memutuskan untuk ijin di malam itu. Di kampus dan di LKSA. Aku harus pulang. Malam itu jujur aku kalut dan sedih. Tapi adik dan ayah meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja. Meski perasaan itu tetap menghantui. Malam itu aku tertidur, karena kelelahan.
Paginya, aku bergegas menyelesaikan catering, lalu bersiap pulang naik bis dari depan gerbang Mondoroko. Ketika hendak turun, aku bebarengan dengan seorang ibu-ibu ketika hendak turun. Karena aku turun langsung depan RS Asih Abyakta. Kami turun bersama ..
"Jenguk atau kerja mbak ?" sapanya padaku
"Jenguk Ibu saya bu" jawabku
"oh gitu, siapa namanya ?"
"Ibu Niwayan bu"
"Oh iya, semalem ya baru masuk, pasien saya itu"
"o iya iya"
aku masih terheran dan ibu-ibu yang ternyata dokter itu bergegas berjalan masuk ke dalam rumah sakit.
Aku segera menuju kamar ibuk, ah sedih sekali. sesak rasanya melihat ibuk lemah begitu. Wajahnya menguning, aku khawatir sekali.
"Ibuk" Sapaku
"Loh, embak? Ga kerja ta? " Jawabnya
(Mana bisa aku bekerja dengan kondisi ibuk seperti ini, andaikan aku masuk kerja pun juga ga bakalan bisa fokus)
"Ibuk, apa yang dirasa? Mana yang sakit? "
"Yang sakit punggung mbak, panas. Masih tetep kayak kemarin" Jawabnya lemah.
Aku duduk di samping kasur ibuk, mencoba menghiburnya sebisaku, meski aku juga merasa sesak dan ingin menangis melihat ibuk lemah seperti itu.
Tidak pernah ada perasaan sesedih ini merayap dalam hatiku. Kulihat adikku tertunduk lesu, wajahnya letih sekali. Iya, kami semua khawatir sama ibuk. Karena tak pernah mendapati ibuk sakit seperti ini sebelumnya :'(
Bapak terutama meski terlihat baik-baik saja, tubuhnya tak bisa berbohong. Terpantau sejak semalam bapak sudah diare lebih dari 15kali. Efek ambeien katanya, bagiku itu adalah respon stress dari tubuh bapak. Beliau tidak mau periksa, takut katanya. Setelah aku bicara dan dibantu oleh saudara. Jadilah aku pergi ke IGD untuk periksa bapak. Ambeien yang dikeluhkan akhirnya sampai ke dokter juga. Meski aku makin kecamuk, karena yaa. Artinya sekarang kedua orang tuaku jatuh sakit. Aku benar-benar menahan tangis hingga sesak di dada.
Bapak akhirnya mendapat obat dan diminta mengurus surat rujukan. Alhamdulillah besok aku masih ijin, jadi bisa menemani bapak dan ibuk lagi.
Setelah mengurus bapak siang itu, sore ibu lanjut pemeriksaan USG, guna mengetahui apa penyebab sakit dan menguning badannya. Aku menemani ibuk, aku tunggu hingga selesai. Lalu kembali ke kamar.
Selama di kamar, aku bicara dengan ibuk. Memeluknya, menciumi tangannya dan tetap ada di sampingnya. Sembari terus berdoa dalam hati, semoga hasilnya ibuk baik-baik saja.
Keesokan paginya, aku menemani Bapak terlebih dahulu untuk minta surat rujukan dari faskes pertama, lalu baru lanjut menemani Ibuk menunggu hasil pemeriksaan kemarin. Aku senang menemani Bapak, ini adalah awal yang bagus, karena sudah lama sebenarnya selalu ingin membawa periksa Bapak ke Rumah Sakit, tetapi beliau selalu menolak.
Selama menunggu di Puskesmas, sudah sangat bisa ditebak Bapak akan bosan. Beliau memang bukan tipe orang yang suka menunggu. Tapi mau dikata apa, antrian memang panjang dan kita harus sabar.
Singkat cerita aku sudah mendapatkan surat rujukannya. Aku bergegas menemui Ibuk. Untuk mendengarkan hasil pemeriksaan Dokter.
Siang itu, Dokter masuk ke kamar Ibuk. Dokter mengatakan dengan hati-hati. Beliau menyampaikan ada benjolan tumor di perut Ibuk. Yang menyebabkan Ibuk badannya kuning. Kulihat Ibuk khawatir, tapi berusaha tegar. Lagipula siapa yang tak sedih mendengar kenyataan itu. Tak lama setelah itu, Dokter memanggilku keluar. Kukira akan memberikan obat untuk Ibuk, ternyata Dokter menjelaskan lebih detail tentang sakit Ibuk.
"Mbak, kemarin hasil pemeriksaan USG ada benjolan di perut Ibuk. Ini sejenis kanker mbak"
Deg.. aku terpaku .. ha ? kanker ? penyakit itu ? Ibuku ?
"Saya gaenak mau ngomong langsung, makanya saya sampaikan tadi hanya tumor, karena takut Ibu ngedrop. Dari kemarin darahnya tinggi terus mbak"
"Oh gitu ya dok" aku berusaha kuat
"Iya mbak, ini selanjutnya saya kasih rujukan ke Rumah Sakit yang lebih besar. saya ada 2 pilihan RS Soetomo di Surabaya atau RSSA di Malang. Kalau di Malang saya ada kenalan mbak, nanti bisa saya bantu hubungkan. Ibu perlu di CT Scan untuk tindak lanjutnya" jelas dokter panjang lebar
"Ibuk, stadium berapa dok kankernya ?" tanyaku cemas
"Belum tau mbak, ini perlu di CT Scan agar jelas stadiumnya, penyebarannya" kata dokter
"Baik dok, insyaAllah saya bawa ke Malang saja dok, saya kerja di Malang juga"jawabku
"Gapapa mbak, dirundingkan dulu dengan keluarga mau dibawa ke RS mana, untuk rujukannya saya kasih nanti"
"Baik dok"
"InsyaAllah Ibuk sudah boleh pulang malam ini"
"Alhamdulillah, iya dok".
Robbi...
Ibuku, sakit kanker ? aku benar-benar syok. Masih mencerna semua informasi itu. Mau menangis karena dada rasanya sesak. Tapi tangis itu kutahan, manakala saat melihat ibuku yang tengah sibuk menghappus air matanya. Benar, beliau khawatir dan yang jelas sedih.
Aku mendekatinya, beliau bangun dan duduk di kasur. Pun aku. Sekarang kami berhadap-hadapan. Saling menguatkan.
"Ibuk, pasti sedih ya?" tanyaku
"ibuk kaget ya?"tanyaku lagi
beliau hanya mengusap air matanya yang jatuh. Rabbi akupun ingin menangis ya Allaahh
"Ibuk, ibuk harus yakin ya, percaya sama Allah. Tidak ada satupun penyakit yang tidak ada obatnya. " ucapku perlahan (ya Allah dadaku benar-benar sesak)
"Ibuk harus kuat ya buk, kita lalui ini bareng-bareng ya. Ayok semangat sembuh. Allah pasti bantu kita buk"
air mata ibuku sudah tak terbendung, aku menggenggam tangannya. membiarkan ia menangis. dan aku dengan sekuat tenaga menahan air mata.
"Gapapa buk nangis, wajar kok (aku mengelus pundaknya). Tapi jangan putus asa ya buk, ayok semangat sembuh. Gada penyakit yang gaada obatnya. Ibuk pasti sembuh kok. Ibuk harus fokus untuk sembuh ya buk."
Ibuku terdiam, air matanya tetap jatuh.
Sekeluarga sudah mendengarkan penjelasan dokter terkait Tumor Ibuk. Hanya aku yang tau bahwa itu bukan tumor, melainkan kanker. Aku memendamnya sampai saat aku pulang. Dan nanti akan aku ceritakan pada adik-adikku.
Singkat cerita, malam itu kami pulang ke rumah. Aku bersegera menyiapkan tempat tidur Bapak dan Ibuk. Meminta mereka berdua istirahat.
"Ayo Bapak, Ibuk ndang tidur, Bapak sini, Ibuk sini" kataku
"hehehe Mbak kayak punya 2 bayi gede" kata ibuku sambil terkekeh
"hihi bayi-bayi besar sayang" ucapku
Selepas orang tua tidur, aku berbicara dengan adik-adikku.
Aku menjelaskan pada mereka tentang Ibuk. Kami sedih. Tapi tidak bisa menangis. Aku meminta adik-adik fokus pada Ibuk dan Bapak. Terutama Ibuk. Kesehatan mental dan fisiknya amat sangat rapuh. Aku meminta adikku extra memperhatikannya. Kami bekerjasama. Itu adalah solusi dari masalah ini. Aku yakin kita bisa lalui ini bareng-bareng.
Mulai malam itu, kami tidak bisa baik-baik saja.
PS:
12 November 2023. Ibuk sudah mulai sakit. Saat itu dikiranya tipes dan asam lambung. Aku menitip pesan pada adikku.